Pemikiran Syekh Ahmad Surkati
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Adalah Haji
Zamzam pendiri Persatuan Islam, Kiai Hasyim
Ashari pendiri Nahdlatul Ulama dan Kiai Ahmad Dahlan Pendiri Muhammadiyah serta
Ahmad Surkati Pendiri Al- Irsyad.
Mereka adalah
pejuang agama dan negara yang tak
hanya membaktikan dirinya pada pengembangan agama yang dibawa Rasulullah SAW
akan tetapi turut juga menyuburkan semangat nasionalisme yang mengantarkan
kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945.
Bila Haji Zamzam, Kiai Hasyim Ashari atau Kiai Ahmad Dahlan hingga kini dibicarakan dan dikenang dengan penuh hormat, tidak demikian dengan Ahmad Surkati, pendiri Al-Irsyad yang bahkan dikenal sebagai guru Haji Zamzam, Ahmad Dahlan dan Al-Hasan ini bagai “anak hilang” dalam sejarah pergerakan sejarah di negeri ini.
Bila Haji Zamzam, Kiai Hasyim Ashari atau Kiai Ahmad Dahlan hingga kini dibicarakan dan dikenang dengan penuh hormat, tidak demikian dengan Ahmad Surkati, pendiri Al-Irsyad yang bahkan dikenal sebagai guru Haji Zamzam, Ahmad Dahlan dan Al-Hasan ini bagai “anak hilang” dalam sejarah pergerakan sejarah di negeri ini.
Mungkin ketidakpopuleran Ahmad Surkati berkaitan dengan sifat dan
dasar berdirinya Al-Irsyad yang
berbasis masa keturunan Arab, konsentrasi garapan organisasi ini di bidang
sosial dan pendidikan. Mungkin pula surkati hanyalah imigran asal Sudan, dan bukan
tokoh asli pribumi, faktor lain
barang kali ketidaksukaan Ahmad Surkati dan Al- Irsyad
sendiri terhadap kultus individu, sebagaimana yang apa yang telah
diperjuangkannya sejak berdiri organisasi ini sejak tahun 1913.
Surkati
dilahirkan dipulau Arqu dekat Dongola pada tahun 1872. Dia berasal dari keluarga berpendidikan, ayah dan kakeknya menempuh
pendidian di mesir dan ayahnya lulusan Al-Azhar.
Surkati menerima pendidikan awal dari ayahnya serta menghafal Al- Qur’an pada usia belia. Ahmad Surkati dengan nama lengkapnya adalah Ahmad
Bin Muhammad Surkati Al-Kharraj Al-Anshari, banyak belajar agama dari ayahnya, Muhammad seorang terpelajar
lulusan Al-Azhar Kairo Mesir. Belajar dan
menetap di Hejaz selama 15 tahun, untuk menimba ilmu-ilmu hadits. Dan karena kecerdasannya ia di
minta mengajar di Mekkah.
Melihat
sukses yang dicapainya di Mekkah, wajar bila orang merasa keheranan Surkati
menerima undangan suatu organisasi kecil (jamiat khair), berpindah dari kota
suci islam kedaerah jajahan yang jauh. Kepindahan ini di bicarakan luas oleh
kalangan muslim melalui dunia pers arab internasional. Surkati sendiri
menyatakan bahwa ia berpindah ke hindia karena ia merasa dapat lebih menyumbang
dan lebih bermanfaat bagi islam di sini. Ia berkata,”antara kematianku mengejar
iman di jawa dan kematianku tanpa mengejar iman di makkah, aku memilih jawa”.
Dan pahlawan
Ahmad Surkati adalah terhadap praktek – praktek beragama yang menyimpang serta
heterodoks (yang di pengaruhi animism, hindu, dan budha). Maka dari itu
Surkarti memandang perlu praktek – praktek agama tersebut dikembalikan pada
ajaran yang benar.
1.2 Rumusan
Masalah
1. Siapakah Syekh Ahmad Surkati itu?
2. Bagaimana pemikiran serta konsep tentang pendidikan
menurut Syekh Ahmad Surkati?
3. Apa saja karya dari Syekh Ahmad Surkati?
1.3 Tujuan
Pembahasan
1. Agar dapat mengenal dan memahami Syekh Ahmad Surkati
2. Agar dapat mengetahui pemikiran dari Syekh Ahmad
Surkati
3. Agar dapat mengetahui karya-karya dari Syekh Ahmad
Surkati
Ahmad surkati sejak kecil
sudah kelihatan kecemerlangannya sehingga beliau diperlakukan ayahnya berbeda
dengan yang lain. Ia dimasukkan ke madrasah yang memberikan tekanan pada
pelajaran menghafal Al-Qur’an. Suatu saat, Surkati absen mengikuti aktivitas
menghafal Al-Qur’an. Bukan yang pertama tampaknya, sudah dua kali ia absen
mengikuti hafalan Al-Qur’an di masjid Al-Qaulid, Sudan.[1]
Tentunya pimpinan madrasah marah. Maka ia
memerintahkan para ustad untuk mencari Surkati. Rupanya, yang dicari sedang
tidur di sebuah bilik di lingkungan asrama. Surkati lalu mendapat hukuman,
berupa berdiri di depan teman-temannya yang sedang menghafal Al-Qur’an. Setelah
semuanya selesai menghafal, giliran Surkati disuruh menghafal ayat-ayat yang
dihafal oleh teman-temannya tadi. Ternyata, Surkati mampu menghafal semua ayat
yang dihafalkan oleh teman-temannya tadi secara benar.[2]
Tentu saja hal itu membuat para ustad terperangah.
Lalu pimpinan madrasah bertanya, “Bagaimana cara kamu menghafal, sementara
setelah dua kali absen?” Dengan santun Surkati menjawab, “Saya cukup membanya
sekali saja.” Dengan kejadian tersebut diatas, maka pimpinan madrasah akhirnya
membebaskan Surkati untuk mengikuti hafalan secara berjama’ah. Ia dibebaskan
untuk belajar secara mandiri. Dari madrasah di masjid Al-Qaulid, Surkati lalu
belajar ilmu-ilmu agama ke berbagai ulama yang ada di Sudan.[3]
Di usianya yang ke-21 tahun 1896 M, Surkati
melanjutkan perjalanannya ke kota Makkah. Di Makkah ini hanya dalam hitungan
bulan, lalu ke Madinah selama 4,5 tahun. Selama di Madinah, Surkati memperdalam
ilmu-ilmu agama Islam dan bahas Arab. Dua ulama besar dalam ilmu hadits menjadi
gurunya, mereka adalah Syekh Salih dan Syekh Umar Hamdan yang kebetulan
keduanya berasal dari Maroko. Sedangkan untuk memperdalam Al-Qur’an, ia belajar
pada Syekh Muhammad Al-Khuyari Al-Maghribi yang ahli qira’at, kepada Syekh
Ahmad bin Al-Hajj Ali Al-Majdhub dan Syekh Mubarak Al-Nismat, Surkati belajar fiqih.
Bahasa Arab diperdalam dengan mengikuti pelajaran dari Muhammad Al-Barzanji.[4]
Setelah masa 4,5 tahun usai, Surkati ke Makkah untuk
memperdalam fiqih madzhab Syafi’i. Di Makkah, ia berguru pada Syekh As’ad dan
Ahaik Abdul Rahman, Syekh Muhammad bin YusufAl-Khayyat, dan Syekh Syu’ayb bin
Musa Al-Maghribi. Ia berada selama 11 tahun di Makkah. Dan ia adalah orang
Sudan pertama yang mendapat gelar al-Allamah
dari majelis ulama Makkah. Setelah mendapat gelar al-Allamah , pada tahun 1908 M, Surkati mendirikan madrasah juga
mengajar secara tetap di Masjidil Haram.[5]
Tiga tahun mengajar di Makkah, pada tahun 1911 M,
Surkati mendapat undangan dari Jamiat Khair di Jakarta untuk menjadi guru.
Surkati lalu ditunjuk untuk memimpin sekolah Jamiat Khair yang ada di Pekajon
Jakarta. Waktu itu Jamiat Khair punya 2 sekolah, satu di Pekajon dan satu lagi
di Bogor. Di Jamiat Khair ini Surkati menjadi faktor penting, kehadirannya
tidak hanya membuat sekolah yang dikelolanya bertambah pesat, tapi juga membuat
perguruan Jamiat Khair dikenal luas oleh masyarakat terutama oleh mereka yang
keturunan Arab.[6]
Rupanya, keharmonisan tak selalu seiring begitu
Surkati dengan Jamiat Khair. Ini bermula dari perjalanan keliling Jawa Tengah
pada tahun 1913 M. Waktu itu Surkati bertamu dan dijamu oleh keluarga Al-Hamid.
Dalam sebuah tanya jawab, Sa’ad bin Sungkar bertanya tentang hukumnya
pernikahan antara gadis keturunan ‘Alawi dengan pria yang bukan keturunan
‘Alawi. Pertanyaan itu dijawab Surkati, “Menurut hukum syara’ yang adil, hal iti
dibolehkan.” Pendapat Surkati ini kemudian dikenal sebagai fatwa Solo.[7]
Fatwa Solo itu sebenarnya berkaitan dengan nasib
seorang gadis syarifah yang hidup bersama dengan seorang Cina yang belum
muslim. Surkati menyarankan agar orang-orang yang hadir mengumpulkan uang untuk
keperluan syarifah tersebut agar ia bias meninggalkan pria non muslim itu, tak
ada yang mau mengumpulkan uang. Lalu, Surkati menyarankan agar dicarikan pria
muslim untuk menikahi si syarifah tersebut. Tapi, golongan ‘Alawi menentangnya,
dengan alasan tidak sederaKhair, Surkati ditampung oleh Umar
Maggussy, pemuka masyarakat Arab di Jakarta yang bukan dari golongan ‘Alawi.
Surkati pindah dari Pekajon ke Jati Petamburan, untuk memimpin madrasah yang
didirikan oleh masyarakat non ‘Alawi. Madrasah inilah yang kemudian dinamakan
Al-Irsyad Al-Islamiyyah wa Al-Irsyad Al-Arabiyyah yang lebih dikenal dengan
sebutan Al-Irsyad. Pada 11 Agustus 1915, Al-Irsyad mendapat status hukum dari
pemerintah Belanda. Meskipun demikian, pihak Al-Irsyad mencatat hari
kelahirannya pada 6 September 1914, yang bertepatan dengan dibukanya madrasah
pertama di Jati Petamburan, Jakarta.[11]
1.Untuk
mengukuhkan doktrin persatuan dengan membersihkan shalat dan doa dari
kontaminasi unsur politheisme.
2.Untuk mewujudkan kesetaraan di
antara kaum muslim dan mencari dalil yang shahih dalam Al-Quran dan As-Sunnah serta
mengikuti jalan yang benar untuk semua solusi masalah agama yang diperdebatkan.
3.Untuk memerangi taqlid am
(penerimaan membabi buta) yang bertentangan dengan dalil aqli dan naqli.
4.Untuk mensyiarkan pengetahuan alam
sesuai Islam dan menyebarkan kebudayaan Arab yang sesuai dengan ajaran Allah.
5.Mencoba untuk menciptakan pemahaman dua arah antara
dua muslim yaitu Indonesia dan Arab.
Inti dari prinsip-prinsip Al-Irsyad
adalah untuk menumbuhkan budaya ilmiah pada kalangan umat Islam, dengan merujuk
kepada Al-Quran dan As-sunnah.
Ketika budaya ilmiah tumbuh subur
dalam masyarakat Islam maka secara tidak langsung akan membentuk sebuah pola
pikir yang berkarakter Islam dengan merujuk kepada Al-Quran dan As-sunnah. Yang menarik dari pemikiran Ahmad Surkati
adalah ketidakmauannya memaksakan budaya Arab kepada masyakat Indonesia, hal
ini dibuktikan dengan prinsipnya untuk menciptakan sebuah pemahaman yang dapat
diterima oleh dua komunitas Islam yaitu Indonesia dengan Arab.
Kemudian konsep pengembangan yang dilakukan oleh Ahmad Surkati pada al-Irsyad adalah sebagai berikut:
Kemudian konsep pengembangan yang dilakukan oleh Ahmad Surkati pada al-Irsyad adalah sebagai berikut:
1.Memperbaiki kondisi religius dan sosio ekonomi kaum
muslim pada umumnya dan Arab pada khususnya dengan mendirikan madrasah, rumah piatu, panti asuhan dan rumah sakit.
2.Menyebarkan reformasi Islam di antara para muslim
melalui tulisan dan publikasi, pertemuan, kuliah, kelompok studi dan misi
tertentu.
3.Membantu organisasi lain demi kepentingan bersama.
Pengembangan Al-Irsyad di atas,
dapat dipahami sebagai sebuah terobosan baru di Indonesia terutama dalam hal
pembaharuan masyarakat Islam, Ahmad Surkati tidak saja mereformasi keadaan
masyarakat, melarang sesuatu, tetapi juga memberi solusi cerdas, sehingga apa
yang dilakukannya mendapat sambutan yang baik di kalangan masyarakat Islam.
Dari konsep pengembangan tersebut, mengindikasikan agama tidak dapat tegak secara sempurna, tanpa di dukung ekonomi yang mapan dan tingkat pendidikan yang memadai. Di samping itu untuk mewujudkan keadaan tersebut perlu kerjasama dengan organisasi lain yang mempunyai visi dan misi yang sama. Peluang tersebut menjadi celah yang dimanfaatkan Ahmad Surkati dalam mengembangkan Al-Irsyad.[12]
Dari konsep pengembangan tersebut, mengindikasikan agama tidak dapat tegak secara sempurna, tanpa di dukung ekonomi yang mapan dan tingkat pendidikan yang memadai. Di samping itu untuk mewujudkan keadaan tersebut perlu kerjasama dengan organisasi lain yang mempunyai visi dan misi yang sama. Peluang tersebut menjadi celah yang dimanfaatkan Ahmad Surkati dalam mengembangkan Al-Irsyad.[12]
Seiring kemajuan Al-Irsyad, pihak ‘Alawi cemburu
berat. Lalu mereka melakukan manuver-manuver politik yang sifatnya fitnah.
Bahkan, mereka pun sempat mendekati konsul Inggris, agar para anggota Al-Irsyad
tak boleh memasuki wilayah jajahan Inggris. Tidak hanya itu, untuk melaksanakan
ibadah haji saja mereka dihalang-halangi dengan berbagai cara, antara lain
memberikan informasi yang tidak benar kepada pihak-pihak yang berwenang.[13]
Pada musim haji tahun 1918, kaum ‘Alawi mengirim surat
kepada Husein bin ‘Ali penguasa Hijaz, yang isinya berupa permohonan agar kaum
Irsyadi dilarang melakukan ibadah haji. Dalam surat itu disebutkan, bahwa kaum
Irsyadi selalu menghina kaum ahl al-bait anak turun Nabi Muhammad SAW dari
jalur Fatimah yang bersuamikan Ali bin Abi Thalib dan Khawarij yang selalu
menimbulkan perpecahan di kalangan Arab khususnya, kaum muslimin umumnya.
Walhasil, madrasah Al-Irsyad yang didirikan Surkati berhasil dan maju pesat, sementara madrasah milik jamiah Al-Irsyad yang ditinggalkannya mengalami kemunduran. Bahkan dua orang yang dikirim oleh Rasyid Ridho murid Muhammad Abduh tokoh pembaru Islam asal Mesir pada tahun 1922, Muhammad Abu Zayd dan Abdur Rahim tak juga mampu mengangkat lembaga pendidikan ini.
Walhasil, madrasah Al-Irsyad yang didirikan Surkati berhasil dan maju pesat, sementara madrasah milik jamiah Al-Irsyad yang ditinggalkannya mengalami kemunduran. Bahkan dua orang yang dikirim oleh Rasyid Ridho murid Muhammad Abduh tokoh pembaru Islam asal Mesir pada tahun 1922, Muhammad Abu Zayd dan Abdur Rahim tak juga mampu mengangkat lembaga pendidikan ini.
Banyak kenangan yang terukir dari Ahmad Surkati. Majalah
penuntun yang dikeluarkan oleh Direktorat Penerangan Agama, menulis,
“Sekolah-sekolah yang didirikan oleh Syekh Ahmad Surkati di Jakarta, seorang
alim yang mengajak berpikir bebas serta meloloskan diri dari kejumutan dan
taqlid, sekolah ini telah mengeluarkan lulusan-lulusan yang agresif, seperti
Dr. H. Muhammad Rasyidi, yang pernah menjabat sebagai Menteri Agama pada
Pemerintahan RI dan Duta Besar RI di Pakistan. Juga bapak Yunus Anis, anggota
pimpinan Pusat Muhammadiyah dan sebagai kepala Imam Tentara pada TNI dan Ustadz
Muhammad Hasby Asshidiqy guru besar IAIN Yogyakarta dan lain-lain dari mereka.”[16]
Banyak ahli sejarah mengakui
perannya yang besar dalam pembaharuan pemikiran Islam di Indonesia, namun
sayang namanya tak banyak disebut dalam wacana
sejarah pergulatan pemikiran Islam di Indonesia. Sejarawan Deliar Noer menyatakan Ahmad Surkati "memainkan peran
penting" sebagai mufti.[17]
Sedangkan sejarawan Belanda G.F. Pijper menyebut dia
"seorang pembaharu Islam di Indonesia." Pijper juga menyebut Al-Irsyad
sebagai gerakan pembaharuan yang punya kesamaan dengan gerakan reformasi di Mesir, sebagaimana dilakukan Muhammad Abduh dan Rashid Ridha lewat Jam'iyat
al-Islah wal Irsyad (Perhimpunan bagi Reformasi dan Pimpinan).[18]
Sejarawan Abubakar Aceh menyebut Syekh
Ahmad Surkati sebagai pelopor gerakan salaf di Jawa.[19]
Howard M. Federspiel menyebut Syekh Ahmad Surkati sebagai "penasehat awal
pemikiran Islam fundamental di Indonesia". Dan pendiri Persatuan Islam
(Persis), Haji Zamzam dan Muhammad Yunus, oleh Federspiel disebut sebagi
sahabat karib Syekh Ahmad Surkati.
Pengakuan terhadap ketokohan Syekh
Ahmad Surkati juga datang dari seorang tokoh Persis, A. Hassan.
Menurut A. Hassan juga menyebut, pendiri Muhammadiyah H. Ahmad Dahlan dan pendiri
Persis Haji Zamzam juga murid-murid Ahmad Surkati. Menurut A. Hassan: "Mereka
itu tidak menerima pelajaran dengan teratur, namun Al-Ustadz Ahmad Surkati
inilah yang membuka pikirannya sehingga berani membuang prinsip-prinsip yang
lama, dan menjadi pemimpin-pemimpin organisasi yang bergerak berdasarkan
Al-Kitab dan As-Sunnah."
Dalam bukunya yang berjudul Ayahku:
Riwayat Hidup Dr. Abdul Karim Amrullah dan Perjuangan Kaum Agama di Sumatera, Hamka juga
menulis hubungan khusus antara ayahnya dengan Syekh Ahmad Surkati.
"Setelah pindah ke tanah Jawa, sangatlah rapat hubungannya dengan almarhum
Syekh Ahmad Surkati, pendiri Al-Irsyad yang masyhur itu. Pertemuan beliau yang
pertama dengan Syekh itu di Pekalongan pada 1925. Ketika itu Syekh masih sehat
dan matanya belum rusak…"
Itulah Ahmad
Surkati, seorang pendidik yang egaliter dan telah melahirkan banyak tokoh
pentas di Indonesia. Di usia senja, Ahmad Surkati tak lagi dapat melihat,
matanya buta. Tapi itu tidak menghalanginya untuk tetap berkarya. Kumpulan
sajak yang terdiri dari 150 bait ditulisnya dalam keadaan buta, di Kotabaru,
Bogor. Pada kamis pagi, 16 September 1943 (bertepatan dengan 16 Ramadhan 1362
H), Surkati meninggal dunia. Jenazahnya dimakamkan di Jakarta, dihadiri oleh
berbagai aktivis pergerakan, termasuk Ir. Soekarno.[20]
2.2 Pemikiran Pendidikan
1.Lahirnya Pemikiran Ahmad
Surkati
Secara umum ide-ide pembaharuan pendidikan Ahmad
Surkati dapat dikategorikan ada beberapa aspek, yaitu aspek institusi
(kelembagaan), kurikulum, metode dan pendidikan. Secara kelembagaan program
pendidikan yang dilakukan berlangsung selama 15 tahun dengan jenjang pendidikan
yang meliputi:
a.Madrasah
awaliyah berjenjang 3 tahun
b.Madrasah
ibtidaiyah berjenjang 4 tahun
c.Madrasah
tajhiziyah berjenjang 2 tahun
d.Madrasah
takhassus berjenjang 4 tahun
Adanya penjenjangan dalam institusi
pendidikan yang dilakukan oleh Ahmad Surkati membuktikan keseriusannya dalam mengembangkan pengetahuan dan syiar Islam di Indonesia. Bahkan langkah
kebijakan pendidikan berjenjang memberi keuntungan akan kesinambungan keilmuan
para siswanya. Di sisi lain, adanya
pendidikan berjenjang yang di kelola oleh satu organisasi menjamin
ketersambungan pemahaman dan pencapaian tujuan gerakan organisasi Al-Irsyad.[21]
2. Pentingnya Pendidikan Bagi Manusia
Unsur pemberdayaan yang
setrategis adalah melalui pendidikan bagi manusia, pendidikan merupakan sentral
untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Oleh karena itu,2.Penyusunan kembali pendidikan tinggi bagi umat Islam
(the reformation of muslim higher eduvation).
3.Mempertahankan Islam dari pengaruh Eropa dan serangan orang Nasrani (the defence of Islam againt European influence and Christian attack).
3.Mempertahankan Islam dari pengaruh Eropa dan serangan orang Nasrani (the defence of Islam againt European influence and Christian attack).
Ahmad Surkati mengatakan bahwa
manusia adalah makhluk ciptaan yang sempurna dalam rangka mengemban tugas
sebagai khalifah di muka bumi. Lebih lanjut Ahmad Surkati menyatakan bahwa
kesempurnaan manusia tersebut perlu di berdayakan, pemberdayaan tersebut dapat
dilakukan dengan pendidikan. Sebab dengan pendidikan potensi yang dimiliki oleh
manusia dapat dimaksimalkan. Ahmad Surkati meyakini bahwa pendidikan dan
pengajaran adalah kunci tercapai dan terciptanya kemajuan peradaban manusia.
Kutipan di atas dapat dipahami bahwa kesempurnaan manusia dapat lebih ditingkatkan dengan pendidikan. Pendidikan juga akan mampu menjamin kemajuan peradaban manusia, dengan catatan pendidikan yang dilakukan dengan pengajaran yang baik berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah. Kata-kata bijak Ahmad syurkati yang berisi tentang pendidikan adalah sebagai berikut:
Kutipan di atas dapat dipahami bahwa kesempurnaan manusia dapat lebih ditingkatkan dengan pendidikan. Pendidikan juga akan mampu menjamin kemajuan peradaban manusia, dengan catatan pendidikan yang dilakukan dengan pengajaran yang baik berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah. Kata-kata bijak Ahmad syurkati yang berisi tentang pendidikan adalah sebagai berikut:
1.Pengajaran merupakan dasar, pokok kemajuan dan kemuliaan serta kebersihan.
2.Bangsa yang mempunyai guru-guru mulia dan di letakkan pada posisi mulia, maka bangsa itu menjadi mulia.
2.Bangsa yang mempunyai guru-guru mulia dan di letakkan pada posisi mulia, maka bangsa itu menjadi mulia.
3.Bangsa yang merendahkan / menghinakan guru-gurunya
maka bangsa itu akan hina dan celaka.
4.Bangsa yang melalaikan urusan pendidikan / pengajaran maka genertasi muda / bangsa itu akan mengalami kehinaan dan kerendahan serta kehancuran.
4.Bangsa yang melalaikan urusan pendidikan / pengajaran maka genertasi muda / bangsa itu akan mengalami kehinaan dan kerendahan serta kehancuran.
Inti dari kata bijak Ahmad Surkati
di atas adalah perlunya manusia menyadari akan pentingnya pendidikan bagi
kemajuan suatu bangsa, serta
peradabannya. Sebaliknya bangsa yang tidak memperdulikan pendidikan akan
mengalami kemunduran peradaban dan akhirnya hancur menjadi fosil-fosil
peradaban.
Dalam pendidikan politik Ahmad
Surkati mengatakan setidaknya ada delapan langkah konkrit yang hendaknya segera
dilakukan oleh majelis koordinasi yang anggotanya terdiri dari Umat Islam, dan
ketua yang terpilih langsung diangkat menjadi khalifah. Di antara delapan
langkah tersebut adalah:
1.Menyusun petunjuk untuk mengangkat harkat dan
martabat kaum muslimin.
2.Membentuk persataun dan kesatuan umat Islam
diseluruh dunia dalam kerukunan yang terkoordinasi.
3.Membentuk kesatuan wawasan dalam kaitannya dengan mazhab
dan aliran dalam islam.
4.Membentuk forum pembahasan dan musyawarah terhadap adanya berbagai masalah keagamaan dan hasilnya dapat dijadikan tolok ukur yang dipercaya kebenarannya.
4.Membentuk forum pembahasan dan musyawarah terhadap adanya berbagai masalah keagamaan dan hasilnya dapat dijadikan tolok ukur yang dipercaya kebenarannya.
5.Membentuk
pusat berkumpulnya para mufti dan
qadhi (al-mafati al-murshidin wa al-qudat al-shar’iyah) dari seluruh penjuru
dunia.
.
4. Lembaga Pendidikan
Ahmad Surkati meyakini bahwa lembaga
pendidikan adalah tempat yang penting bagi berlangsungnya proses pendidikan,
menurutnya lembaga pendidikan tidak dapat dipisahkan dengan proses pendidikan. Dapat
dipahami bahwa sebenarnya pendapat Ahmad Surkati di atas menyiratkan sebuah
konsep manajemen. Konsep manajemen yang dimaksud
adalah kestabilan, profesionalitas dan kepemimpinan yang berkompeten dalam
pengelolaan lembaga pendidikan akan mempunyai dampak yang baik bagi proses
pendidikan. Hal ini sangat mungkin terjadi, dapat dikatakan dan diyakini bahwa
lembaga pendidikan yang dikelola secara baik dan profesioanl akan berpengaruh
baik terhadap proses pendidikan, sebaliknya pengelolaan lembaga pendidikan yang
jelek dan tidak profesional akan berpengaruh buruk terhadap proses
pembelajaran.
Ahmad Surkati meyakini bahwa lembaga
pendidikan menentukan keberhasilan pendidikan, lebih lanjut ia mengatakan bahwa
lembaga pendidikan yang baik akan melambangkan kemajuan sebuah pendidikan,
sebab dengan adanya lembaga pendidikan yang dikelola dengan baik akan membuat proses pendidikan menjadi terarah dan
terprogram secara jelas dan terorganisir.
Menurut Ahmad Syurkati lembaga
pendidik mempunyai fungsi sebagai berikut:
1.Pengembangan dakwah Islam.
1.Pengembangan dakwah Islam.
2.Agen pemersatu visi dan misi menuju kesempurnaan manusia.
3.Mengembangakan tradisi intelektual.
4.Menghadang pemisahan pemikiran bersifat keagamaan
dan keduniaan.
Ahmad Surkati mengatakan bahwa
lembaga pendidikan akan berfungsi dengan baik dan dapat meningkatkan
kualitasnya dengan jalan:
atau buku khusus yang dapat dipinjamkan kepada semua siswa yang dapat dimanfaatkan.
6.Mempunyai perpustakaan dengan koleksi yang lengkap.
7.Mempunyai media publikasi sendiri.
8.Mempunyai
dewan komite sekolah yang anggotanya dari praktisi
pendidikan dan masyarakat.
9.Kepala sekolah dibebaskan
dari tugas mengajar agar fokus kepada tugasnya sebagai kepala sekolah.
10.Memperhatikan penduduk sekitar sekolah.
11.Membuat pendidikan kejuruan atau keahlian
sehingga siswa siap kerja dan mandiri.
12.Penyusunan kurikulum hendaknya memperhatikan
kebutuhan masyarakat.
Dari kutipan di atas tergambar bahwa
Ahmad Surkati terlahir sebagai manusia yang cerdas, terutama dalam menghasilkan
konsep-konsep bersifat aplikatif di kalangan umat Islam waktu itu. Konsep Ahmad
Surkati tersebut merupakan konsep ideal sebuah institusi pendidikan. Kalau hal
di atas dapat diwujudkan dengan baik maka institusi pendidikan akan lebih baik
dan banyak peminat. Di sisi lain, kualitas akan makin baik dan terjamin.
Pendidik dan pembelajaran dua hal
yang tidak dapat dipisahkan, karena keduanya merupakan satu kesatuan dalam
dunia pendidikan, ketika seseorang telah melaksanakan proses pembelajaran maka
ia dikatakan sebagai seorang pendidik. Begitu juga seseorang tidak dapat
dikatakan sebagai pendidik kalau tidak pernah melakukan aktivitas pembelajaran atau mendidik. Begitu juga pembelajaran akan hancur jika
pendidik tidak ahli atau tidak
profesional.
5. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan menurut Ahmad Surkati
lebih mengacu kepada perlindungan terhadap manusia dari keterbelakangan dan
keangkuhan diri sendiri, terutama dalam posisinya sebagai khalifah Allah di
dunia ini. Kutipan tersebut mengindikasikan bahwa
pendidikan mempunyai peranan penting dalam membantu individu keluar dari
kungkungan kesengsaraan, kemunduran kualitas, kejatuhan nilai diri.
Keterbelakangan dan keangkuhan diri,
merasa diri mampu memecahkan permasalahan, tantangan dalam meniti dan mengemban
kedudukan khalifah di bumi ini. Lebih lanjut tujuan pendidikan yang di
kemukakan oleh Ahmad Surkati mengisyaratkan perlunya perhatian khusus terhadap
permasalahan, problem, keadaan individu peserta didik, yang mengalamai berbagai
macam perbedaan latar belakang, ekonomi, budaya, kemampuan, bakat dan potensi,
maka dari itu perlindungan terhadap setiap individu peserta didik menjadi
sangat penting demi tercapainya pribadi yang paripurna
berdasarkan apa yang ada pada peserta didik.
Adanya perbedaan individu berakibat
kepada berbagai kondisi pembelajaran, metode, pendekatan yang semua itu bermuara
kepada tercapainya tujuan pendidikan yang terfokus kepada pengembangan konsep
tauhid, seperti keyakinan pada kesendirian Allah dalam
melaksanakan penciptaan, pemeliharaan dan penertiban alam ini. Keyakinan akan
kemandirian Allah akan kesempurnaan sifat-sifat-Nya, terakhir pendidikan
hendaknya mengembangkan, memantapkan keyakinan peserta didik bahwa Allah adalah
yang paling berhak untuk disembah, dan terlebih penting peserta didik mampu menghadirkan
Tuhan dalam berbagai aktivitas
kesehariannya.
Ramayulis dan Samsul Nizar memahami
dan menyimpulkan tujuan pendidikan Islam yang didefinisikan oleh Ahmad Surkati
lebih tertuju kepada pengembangan konsep tauhid bagi manusia.
Adanya pengembangan konsep tauhid tersebut diharapkan manusia akan:
1.Membaca ayat-ayat qauliyah yang terdapat dalam wahyu Allah.
1.Membaca ayat-ayat qauliyah yang terdapat dalam wahyu Allah.
2.Membaca ayat-ayat kauniyah yang terdapat di alam
raya.
3.Mengembangkan, memberdayakan, dan memelihara potensi
alam sesuai dengan kehendak Allah.
Kesimpulan Ramayulis dan Samsul
Nizar terhadap tujuan pendidikan yang didefinisikan oleh Ahmad Surkati di atas,
menyiratkan bahwa sebenarnya pengembangan konsep tauhid dalam pendidikan akan
memberi peluang kepada peserta didik untuk meneliti, observasi, dan berbagai
uji coba terhadap berbagai penemuan dari hasil penelitian, atau mengadakan
semacam pengembaraan intelektual dalam wadah institusi penelitian yang lebih
terkonsep dan terorganisir.[24]
6. Kurikulum
Al-Irsyad
menerapkan kurikulum modern, dalam arti ada semacam kurikulum yang dibuat secara
khusus. Materi dan kitab disesuaikan berdasarkan dengan tingkat dan waktu lama
belajar santri atau siswa. Dalam operasionalnya kegiatan pembelajaran dilakukan secara sistematis, berurutan dimula semua kurikulum yang disusunnya memberi peluang bagi siswa
untuk berkembang dan berkompetesi berdasarkan kemampaun dan bakat yang mereka
miliki.
Tidak itu
saja, selain mampu menerpakan konsep psikologi pendidikan dalam menyusun
kurikulum, Ahmad Surkati
juga tidak membedakan dan mengelompokkan ilmu pengetahuan. Ada kemungkinan Ahmad Surkati menyadari bahwa semua ilmu adalah dari
Allah, sehingga tidak ada dalam dirinya pikiran dan keyakinan pemisahan ilmu
yang secara murni membahas bidang keagamaan dan ilmu yang secara khusus
mempelajarai hal-hal bersifat keduniaan.
Dari konsep
penyusunan kurikulum yang dilakukan oleh Ahmad Surkati tersirat sebagai tokoh
pendidikan yang tidak mengakui adanya dikotomi dalam ilmu pengetahuan, tidak
meyakini adanya pemisahan ilmu umum dan ilmu agama. Maka sebenarnya tidak perlu
adanya islamisasi ilmu pengetahuan.
7. Metode dan Pendekatan
Pendekatan
yang dilakukan oleh Ahmad Surkati adalah memperhatikan
muridnya dari segi budi pekerti dan intelektual, pemikiran
yang mampu diterima oleh muridnya, menggunakan pendekatan rasional dalam pembelajaran, personal psikologis dan konseling
dalam memahami minat, bakat dan kemampuan siswanya.
Metode yang
digunakan oleh Ahmad Surkati adalah diskusi, praktek, ceramah, keteladanan.
Ahmad Surkati mengatakan bahwa untuk mendapatkan pemahaman dan pengertian yang
luas dalam menafsirakan Al-Quran seorang mufassir hendaknya pertama, menguasai
berbagai ilmu, ilmu agama Islam maupun ilmu-ilmu umum lainnya. Kedua,
menggunakan pendekatan
ma’thur yaitu memahami dan menafsirkan Al-Quran berdasarkan
keterangan Al-Quran dan Hadits. Ketiga, pendekatan tauhid.
Kutipan di
atas, dapat dipahami bahwa Ahmad Surkati adalah pakar pendidikan berbagai
bidang beberapa disiplin ilmu. Hal ini dapat ditilik dari konsep-konsep yang
lebih bersifat aplikatif dan berdaya gunaQuran dan Hadits. Dan juga sebagai
jawaban serta penjelasan dari berbagai bentuk pertanyaan yang diajukan padanya.
Di antara karya-karya Ahmad Surkati itu ada yang
berbentuk buku dan risalah, ada pula yang berbentuk artikel di majalah dan
surat kabar. Karya itu baik yang sudah diterbitkan dalam bahasa aslinya (bahasa
Arab), yang telah diterjemahkan, atau yang belum sempat dicetak dan berbentuk tulisan tangan yang
disimpan murid-muridnya di Al-Irsyad, antara lain:
1.
Risalah Surat al-Jawab (1915); risalah ini
merupakan jawaban atas pertanyaan yang dilontarkan oleh H.O.S. Tjokroaminoto,
yang kala itu sebagai pimpinan redakis surat kabar Suluh Hindia, seputar
permasalahan kafa’ah.
2.
Risalah Tawjih Al-Qur’an ila Adab
Al-Qur’an (1917); merupakan risalah yang berisikan argumentasi pada Surat
al-Jawab yang dikaji berdasarkan catatan sejarah Nabi serta dikuatkan oleh
dalil-dalil dari Alquran dan hadis.
3.
Al-Dzakirah Al-Islamiyah
(1923); majalah bulanan yang diterbitkan oleh Ahmad Surkati sendiri dengan
dibantu oleh beberapa anggota sebagai staf redaksi.
4.
Al-Masail At-Thalat (1925); berisikan pembahasan
seputar pemurnian ajaran Islam yang mencakup Ijtihad, Taqlid, Sunnah dan
Bid’ah, serta tentang ziarah kubur dan tawashul melalui para
Nabi dan orang-orang yang dipandang shaleh.
5.
Al-Wasiyyat Al-Amiriyyah (1918); Sebuah buku
yang diterbitkan di Surabaya yang berisikan anjuran untuk berbuat kebajikan.
6.
Zedeleer Uit Den Qor’an (1932); Buku ini
merupakan buku terjemahan ke dalam bahasa Belanda. Adapun buku aslinya adalah Al-Adab
al-Qur’aniyah.
7.
Al-Khawatir Al-Hisan (1941); Buku yang
berisikan kumpulan sajak yang dibuat oleh Ahmad Surkati di masa tuanya, dimana
kala itu dia mengalami penyakit mata hingga menyebabkannya buta.[25]
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Syekh Ahmad Surkati nama lengkapnya adalah Amad bin Muhammad Surkati
al-Kharraj al-Anshari, ia lahir pada tahun 1872 di Afdu Donggala Sudan dari
keluarga yang taat beragama. Ayahnya, Muhammad al-Anshari adalah seorang ulama
tamatan Al-Azhar kairo mesir. Secara bahasa, surkati punya arti ”Banyak Kitab”.
Ahmad
Surkati menjadi pemikir tokoh yang modern
pada masanya, Syekh Ahmad Surkati membagi beberapa aspek menurutnya
tentang
pembaharuan pendidikan. Ada beberapa aspek dalam pemikiran Ahmad
Surkati, yaitu
aspek institusi (kelembagaan), kurikulum, metode dan pendidika"
style="line-height: 150%; margin-left: 18pt; text-align: justify;">
·
Abubakar Aceh, Salaf, Permata,
Jakarta, 1970.
·
Herry Mohammad, Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh
Abad 20, Gema Insani, Jakarta, 2006.
·
Howard M. Federspiel, Persatuan Islam:
Islamic Reform in Twentieth Century Indonesia, Cornell University, Ithaca, 1970.
·
http://istanailmu.com/archives-2011/inovasi-pendidikan-islam-al-irsyad/html
·
http://safrudinaziz.blogspot.com/2009/01/ahmad-syurkati.html
[3] Ibid.
[4] Ibid.
[5] Ibid. hal
2-3
[6] Ibid. hal
3
[7] Ibid.
[8] Ibid.
[14] Ibid.
[15] Herry Mohammad, Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, Gema Insani,
Jakarta, 2006. Hal 4-5
[16] Ibid. hal 5-6
[17]
Abubakar
Aceh, Salaf, Permata, Jakarta, 1970, hal. 27
[18]
Howard M.
Federspiel, Persatuan Islam: Islamic Reform in Twentieth Century Indonesia,
Cornell University, Ithaca, 1970, hal.12
[19]
Umar
Sulaiman Naji, Tarjamat Al-Hayat al-Ustadz Ahmad al-Surkati al-Ansari
al-Sudani, Manuskrip, hal.29.
[20] Herry Mohammad, Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, Gema Insani,
Jakarta, 2006. Hal 6
[21]
http://safrudinaziz.blogspot.com/2009/01/ahmad-syurkati.html
7.
Al-Khawatir Al-Hisan (1941); Buku yang
berisikan kumpulan sajak yang dibuat oleh Ahmad Surkati di masa tuanya, dimana
kala itu dia mengalami penyakit mata hingga menyebabkannya buta.[25]
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Syekh Ahmad Surkati nama lengkapnya adalah Amad bin Muhammad Surkati
al-Kharraj al-Anshari, ia lahir pada tahun 1872 di Afdu Donggala Sudan dari
keluarga yang taat beragama. Ayahnya, Muhammad al-Anshari adalah seorang ulama
tamatan Al-Azhar kairo mesir. Secara bahasa, surkati punya arti ”Banyak Kitab”.
Ahmad Surkati menjadi pemikir tokoh yang modern
pada masanya, Syekh Ahmad Surkati membagi beberapa aspek menurutnya tentang
pembaharuan pendidikan. Ada beberapa aspek dalam pemikiran Ahmad Surkati, yaitu
aspek institusi (kelembagaan), kurikulum, metode dan pendidikan.
Ahmad Surkati
meyakini bahwa lembaga pendidikan menentukan keberhasilan pendidikan, lebih
lanjut ia mengatakan bahwa lembaga pendidikan yang baik akan melambangkan
kemajuan sebuah pendidikan, sebab dengan adanya lembaga pendidikan yang dikelola
dengan baik akan membuat proses
pendidikan menjadi terarah dan terprogram secara jelas
dan terorganisir.
·
Abubakar Aceh, Salaf, Permata,
Jakarta, 1970.
·
Herry Mohammad, Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh
Abad 20, Gema Insani, Jakarta, 2006.
·
Howard M. Federspiel, Persatuan Islam:
Islamic Reform in Twentieth Century Indonesia, Cornell University, Ithaca, 1970.
·
http://istanailmu.com/archives-2011/inovasi-pendidikan-islam-al-irsyad/html
·
http://safrudinaziz.blogspot.com/2009/01/ahmad-syurkati.html
·
Umar Sulaiman Naji, Tarjamat
Al-Hayat al-Ustadz Ahmad al-Surkati al-Ansari al-Sudani, Manuskrip.
[12]
http://safrudinaziz.blogspot.com/2009/01/ahmad-syurkati.html
[15] Herry Mohammad, Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, Gema Insani,
Jakarta, 2006. Hal 4-5
[18]
Howard M.
Federspiel, Persatuan Islam: Islamic Reform in Twentieth Century Indonesia,
Cornell University, Ithaca, 1970, hal.12
[19]
Umar
Sulaiman Naji, Tarjamat Al-Hayat al-Ustadz Ahmad al-Surkati al-Ansari
al-Sudani, Manuskrip, hal.29.
[21]
http://safrudinaziz.blogspot.com/2009/01/ahmad-syurkati.html
No comments:
Post a Comment