Tuesday, March 12, 2013

Pemikiran Syekh Ahmad Surkati 

 


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah
Adalah Haji Zamzam pendiri Persatuan Islam, Kiai Hasyim Ashari pendiri Nahdlatul Ulama dan Kiai Ahmad Dahlan Pendiri Muhammadiyah serta Ahmad Surkati Pendiri Al- Irsyad.
Mereka adalah pejuang agama dan negara yang tak hanya membaktikan dirinya pada pengembangan agama yang dibawa Rasulullah SAW akan tetapi turut juga menyuburkan semangat nasionalisme yang mengantarkan kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945.
Bila Haji Zamzam, Kiai Hasyim Ashari atau Kiai Ahmad Dahlan hingga kini dibicarakan dan dikenang dengan penuh hormat, tidak demikian dengan Ahmad Surkati, pendiri Al
-Irsyad yang bahkan dikenal sebagai guru Haji Zamzam, Ahmad Dahlan dan Al-Hasan ini bagai “anak hilang” dalam sejarah pergerakan sejarah di negeri ini.
Mungkin ketidakpopuleran Ahmad Surkati berkaitan dengan sifat dan dasar berdirinya Al-Irsyad yang berbasis masa keturunan Arab, konsentrasi garapan organisasi ini di bidang sosial dan pendidikan. Mungkin pula surkati hanyalah imigran asal Sudan, dan bukan tokoh asli pribumi, faktor lain barang kali ketidaksukaan Ahmad Surkati dan Al- Irsyad sendiri terhadap kultus individu, sebagaimana yang apa yang telah diperjuangkannya sejak berdiri organisasi ini sejak tahun 1913.
Surkati dilahirkan dipulau Arqu dekat Dongola pada tahun 1872. Dia berasal dari keluarga berpendidikan, ayah dan kakeknya menempuh pendidian di mesir dan ayahnya lulusan Al-Azhar. Surkati menerima pendidikan awal dari ayahnya serta menghafal Al- Qur’an pada usia belia. Ahmad Surkati dengan nama lengkapnya adalah Ahmad Bin Muhammad Surkati Al-Kharraj Al-Anshari, banyak belajar agama dari ayahnya, Muhammad seorang terpelajar lulusan Al-Azhar Kairo Mesir. Belajar dan menetap di Hejaz selama 15 tahun, untuk menimba ilmu-ilmu hadits. Dan karena kecerdasannya ia di minta mengajar di Mekkah.
Melihat sukses yang dicapainya di Mekkah, wajar bila orang merasa keheranan Surkati menerima undangan suatu organisasi kecil (jamiat khair), berpindah dari kota suci islam kedaerah jajahan yang jauh. Kepindahan ini di bicarakan luas oleh kalangan muslim melalui dunia pers arab internasional. Surkati sendiri menyatakan bahwa ia berpindah ke hindia karena ia merasa dapat lebih menyumbang dan lebih bermanfaat bagi islam di sini. Ia berkata,”antara kematianku mengejar iman di jawa dan kematianku tanpa mengejar iman di makkah, aku memilih jawa”.
Dan pahlawan Ahmad Surkati adalah terhadap praktek – praktek beragama yang menyimpang serta heterodoks (yang di pengaruhi animism, hindu, dan budha). Maka dari itu Surkarti memandang perlu praktek – praktek agama tersebut dikembalikan pada ajaran yang benar.
1.2  Rumusan Masalah
1.   Siapakah Syekh Ahmad Surkati itu?
2.   Bagaimana pemikiran serta konsep tentang pendidikan menurut Syekh Ahmad Surkati?
3.   Apa saja karya dari Syekh Ahmad Surkati?
1.3  Tujuan Pembahasan
1.      Agar dapat mengenal dan memahami Syekh Ahmad Surkati
2.      Agar dapat mengetahui pemikiran dari Syekh Ahmad Surkati
3.      Agar dapat mengetahui karya-karya dari Syekh Ahmad Surkati
Ahmad surkati sejak kecil sudah kelihatan kecemerlangannya sehingga beliau diperlakukan ayahnya berbeda dengan yang lain. Ia dimasukkan ke madrasah yang memberikan tekanan pada pelajaran menghafal Al-Qur’an. Suatu saat, Surkati absen mengikuti aktivitas menghafal Al-Qur’an. Bukan yang pertama tampaknya, sudah dua kali ia absen mengikuti hafalan Al-Qur’an di masjid Al-Qaulid, Sudan.[1]
Tentunya pimpinan madrasah marah. Maka ia memerintahkan para ustad untuk mencari Surkati. Rupanya, yang dicari sedang tidur di sebuah bilik di lingkungan asrama. Surkati lalu mendapat hukuman, berupa berdiri di depan teman-temannya yang sedang menghafal Al-Qur’an. Setelah semuanya selesai menghafal, giliran Surkati disuruh menghafal ayat-ayat yang dihafal oleh teman-temannya tadi. Ternyata, Surkati mampu menghafal semua ayat yang dihafalkan oleh teman-temannya tadi secara benar.[2]
Tentu saja hal itu membuat para ustad terperangah. Lalu pimpinan madrasah bertanya, “Bagaimana cara kamu menghafal, sementara setelah dua kali absen?” Dengan santun Surkati menjawab, “Saya cukup membanya sekali saja.” Dengan kejadian tersebut diatas, maka pimpinan madrasah akhirnya membebaskan Surkati untuk mengikuti hafalan secara berjama’ah. Ia dibebaskan untuk belajar secara mandiri. Dari madrasah di masjid Al-Qaulid, Surkati lalu belajar ilmu-ilmu agama ke berbagai ulama yang ada di Sudan.[3]
Di usianya yang ke-21 tahun 1896 M, Surkati melanjutkan perjalanannya ke kota Makkah. Di Makkah ini hanya dalam hitungan bulan, lalu ke Madinah selama 4,5 tahun. Selama di Madinah, Surkati memperdalam ilmu-ilmu agama Islam dan bahas Arab. Dua ulama besar dalam ilmu hadits menjadi gurunya, mereka adalah Syekh Salih dan Syekh Umar Hamdan yang kebetulan keduanya berasal dari Maroko. Sedangkan untuk memperdalam Al-Qur’an, ia belajar pada Syekh Muhammad Al-Khuyari Al-Maghribi yang ahli qira’at, kepada Syekh Ahmad bin Al-Hajj Ali Al-Majdhub dan Syekh Mubarak Al-Nismat, Surkati belajar fiqih. Bahasa Arab diperdalam dengan mengikuti pelajaran dari Muhammad Al-Barzanji.[4]
Setelah masa 4,5 tahun usai, Surkati ke Makkah untuk memperdalam fiqih madzhab Syafi’i. Di Makkah, ia berguru pada Syekh As’ad dan Ahaik Abdul Rahman, Syekh Muhammad bin YusufAl-Khayyat, dan Syekh Syu’ayb bin Musa Al-Maghribi. Ia berada selama 11 tahun di Makkah. Dan ia adalah orang Sudan pertama yang mendapat gelar al-Allamah dari majelis ulama Makkah. Setelah mendapat gelar al-Allamah , pada tahun 1908 M, Surkati mendirikan madrasah juga mengajar secara tetap di Masjidil Haram.[5]
Tiga tahun mengajar di Makkah, pada tahun 1911 M, Surkati mendapat undangan dari Jamiat Khair di Jakarta untuk menjadi guru. Surkati lalu ditunjuk untuk memimpin sekolah Jamiat Khair yang ada di Pekajon Jakarta. Waktu itu Jamiat Khair punya 2 sekolah, satu di Pekajon dan satu lagi di Bogor. Di Jamiat Khair ini Surkati menjadi faktor penting, kehadirannya tidak hanya membuat sekolah yang dikelolanya bertambah pesat, tapi juga membuat perguruan Jamiat Khair dikenal luas oleh masyarakat terutama oleh mereka yang keturunan Arab.[6]
Rupanya, keharmonisan tak selalu seiring begitu Surkati dengan Jamiat Khair. Ini bermula dari perjalanan keliling Jawa Tengah pada tahun 1913 M. Waktu itu Surkati bertamu dan dijamu oleh keluarga Al-Hamid. Dalam sebuah tanya jawab, Sa’ad bin Sungkar bertanya tentang hukumnya pernikahan antara gadis keturunan ‘Alawi dengan pria yang bukan keturunan ‘Alawi. Pertanyaan itu dijawab Surkati, “Menurut hukum syara’ yang adil, hal iti dibolehkan.” Pendapat Surkati ini kemudian dikenal sebagai fatwa Solo.[7]
Fatwa Solo itu sebenarnya berkaitan dengan nasib seorang gadis syarifah yang hidup bersama dengan seorang Cina yang belum muslim. Surkati menyarankan agar orang-orang yang hadir mengumpulkan uang untuk keperluan syarifah tersebut agar ia bias meninggalkan pria non muslim itu, tak ada yang mau mengumpulkan uang. Lalu, Surkati menyarankan agar dicarikan pria muslim untuk menikahi si syarifah tersebut. Tapi, golongan ‘Alawi menentangnya, dengan alasan tidak sederaKhair, Surkati ditampung oleh Umar Maggussy, pemuka masyarakat Arab di Jakarta yang bukan dari golongan ‘Alawi. Surkati pindah dari Pekajon ke Jati Petamburan, untuk memimpin madrasah yang didirikan oleh masyarakat non ‘Alawi. Madrasah inilah yang kemudian dinamakan Al-Irsyad Al-Islamiyyah wa Al-Irsyad Al-Arabiyyah yang lebih dikenal dengan sebutan Al-Irsyad. Pada 11 Agustus 1915, Al-Irsyad mendapat status hukum dari pemerintah Belanda. Meskipun demikian, pihak Al-Irsyad mencatat hari kelahirannya pada 6 September 1914, yang bertepatan dengan dibukanya madrasah pertama di Jati Petamburan, Jakarta.[11]
Selain itu, lembaga pendidikan Al-Irsyad mempunyai prinsip gerakan sebagai berikut:
1.Untuk mengukuhkan doktrin persatuan dengan membersihkan shalat dan doa dari kontaminasi unsur politheisme.
2.Untuk mewujudkan kesetaraan di antara kaum muslim dan mencari dalil yang shahih dalam Al-Quran dan As-Sunnah serta mengikuti jalan yang benar untuk semua solusi masalah agama yang diperdebatkan.
3.Untuk memerangi taqlid am (penerimaan membabi buta) yang bertentangan dengan dalil aqli dan naqli.
4.Untuk mensyiarkan pengetahuan alam sesuai Islam dan menyebarkan kebudayaan Arab yang sesuai dengan ajaran Allah.
5.Mencoba untuk menciptakan pemahaman dua arah antara dua muslim yaitu Indonesia dan Arab.
Inti dari prinsip-prinsip Al-Irsyad adalah untuk menumbuhkan budaya ilmiah pada kalangan umat Islam, dengan merujuk kepada Al-Quran dan As-sunnah. Ketika budaya ilmiah tumbuh subur dalam masyarakat Islam maka secara tidak langsung akan membentuk sebuah pola pikir yang berkarakter Islam dengan merujuk kepada Al-Quran dan As-sunnah. Yang menarik dari pemikiran Ahmad Surkati adalah ketidakmauannya memaksakan budaya Arab kepada masyakat Indonesia, hal ini dibuktikan dengan prinsipnya untuk menciptakan sebuah pemahaman yang dapat diterima oleh dua komunitas Islam yaitu Indonesia dengan Arab.
Kemudian konsep pengembangan yang dilakukan ole
h Ahmad Surkati pada al-Irsyad adalah sebagai berikut:
1.Memperbaiki kondisi religius dan sosio ekonomi kaum muslim pada umumnya dan Arab pada khususnya dengan mendirikan madrasah, rumah piatu, panti asuhan dan rumah sakit.
2.Menyebarkan reformasi Islam di antara para muslim melalui tulisan dan publikasi, pertemuan, kuliah, kelompok studi dan misi tertentu.
3.Membantu organisasi lain demi kepentingan bersama.
Pengembangan Al-Irsyad di atas, dapat dipahami sebagai sebuah terobosan baru di Indonesia terutama dalam hal pembaharuan masyarakat Islam, Ahmad Surkati tidak saja mereformasi keadaan masyarakat, melarang sesuatu, tetapi juga memberi solusi cerdas, sehingga apa yang dilakukannya mendapat sambutan yang baik di kalangan masyarakat Islam.
            Dari konsep pengembangan tersebut, mengindikasikan agama tidak dapat tegak secara sempurna, tanpa di dukung ekonomi yang mapan dan tingkat pendidikan yang memadai. Di samping itu untuk mewujudkan keadaan tersebut perlu kerjasama dengan organisasi lain yang mempunyai visi dan misi yang sama. Peluang tersebut menjadi celah yang dimanfaatkan Ahmad Surkati dalam mengembangkan Al-Irsyad.[12]
Seiring kemajuan Al-Irsyad, pihak ‘Alawi cemburu berat. Lalu mereka melakukan manuver-manuver politik yang sifatnya fitnah. Bahkan, mereka pun sempat mendekati konsul Inggris, agar para anggota Al-Irsyad tak boleh memasuki wilayah jajahan Inggris. Tidak hanya itu, untuk melaksanakan ibadah haji saja mereka dihalang-halangi dengan berbagai cara, antara lain memberikan informasi yang tidak benar kepada pihak-pihak yang berwenang.[13]
Pada musim haji tahun 1918, kaum ‘Alawi mengirim surat kepada Husein bin ‘Ali penguasa Hijaz, yang isinya berupa permohonan agar kaum Irsyadi dilarang melakukan ibadah haji. Dalam surat itu disebutkan, bahwa kaum Irsyadi selalu menghina kaum ahl al-bait anak turun Nabi Muhammad SAW dari jalur Fatimah yang bersuamikan Ali bin Abi Thalib dan Khawarij yang selalu menimbulkan perpecahan di kalangan Arab khususnya, kaum muslimin umumnya.  

Walhasil, madrasah Al-Irsyad yang didirikan Surkati berhasil dan maju pesat, sementara madrasah milik jamiah Al-Irsyad yang ditinggalkannya mengalami kemunduran. Bahkan dua orang yang dikirim oleh Rasyid Ridho murid Muhammad Abduh tokoh pembaru Islam asal Mesir pada tahun 1922, Muhammad Abu Zayd dan Abdur Rahim tak juga mampu mengangkat lembaga pendidikan ini.



Banyak ahli sejarah mengakui perannya yang besar dalam pembaharuan pemikiran Islam di Indonesia, namun sayang namanya tak banyak disebut dalam wacana sejarah pergulatan pemikiran Islam di Indonesia. Sejarawan Deliar Noer menyatakan Ahmad Surkati "memainkan peran penting" sebagai mufti.[17] Sedangkan sejarawan Belanda G.F. Pijper menyebut dia "seorang pembaharu Islam di Indonesia." Pijper juga menyebut Al-Irsyad sebagai gerakan pembaharuan yang punya kesamaan dengan gerakan reformasi di Mesir, sebagaimana dilakukan Muhammad Abduh dan Rashid Ridha lewat Jam'iyat al-Islah wal Irsyad (Perhimpunan bagi Reformasi dan Pimpinan).[18]
 
Sejarawan Abubakar Aceh menyebut Syekh Ahmad Surkati sebagai pelopor gerakan salaf di Jawa.[19] Howard M. Federspiel menyebut Syekh Ahmad Surkati sebagai "penasehat awal pemikiran Islam fundamental di Indonesia". Dan pendiri Persatuan Islam (Persis), Haji Zamzam dan Muhammad Yunus, oleh Federspiel disebut sebagi sahabat karib Syekh Ahmad Surkati.
Pengakuan terhadap ketokohan Syekh Ahmad Surkati juga datang dari seorang tokoh Persis, A. Hassan. Menurut A. Hassan juga menyebut, pendiri Muhammadiyah H. Ahmad Dahlan dan pendiri Persis Haji Zamzam juga murid-murid Ahmad Surkati. Menurut A. Hassan: "Mereka itu tidak menerima pelajaran dengan teratur, namun Al-Ustadz Ahmad Surkati inilah yang membuka pikirannya sehingga berani membuang prinsip-prinsip yang lama, dan menjadi pemimpin-pemimpin organisasi yang bergerak berdasarkan Al-Kitab dan As-Sunnah."
Pujian terhadap Ahmad Surkati juga datang dari ayah Hamka, tawadu."
Dalam bukunya yang berjudul Ayahku: Riwayat Hidup Dr. Abdul Karim Amrullah dan Perjuangan Kaum Agama di Sumatera, Hamka juga menulis hubungan khusus antara ayahnya dengan Syekh Ahmad Surkati. "Setelah pindah ke tanah Jawa, sangatlah rapat hubungannya dengan almarhum Syekh Ahmad Surkati, pendiri Al-Irsyad yang masyhur itu. Pertemuan beliau yang pertama dengan Syekh itu di Pekalongan pada 1925. Ketika itu Syekh masih sehat dan matanya belum rusak…"
Itulah Ahmad Surkati, seorang pendidik yang egaliter dan telah melahirkan banyak tokoh pentas di Indonesia. Di usia senja, Ahmad Surkati tak lagi dapat melihat, matanya buta. Tapi itu tidak menghalanginya untuk tetap berkarya. Kumpulan sajak yang terdiri dari 150 bait ditulisnya dalam keadaan buta, di Kotabaru, Bogor. Pada kamis pagi, 16 September 1943 (bertepatan dengan 16 Ramadhan 1362 H), Surkati meninggal dunia. Jenazahnya dimakamkan di Jakarta, dihadiri oleh berbagai aktivis pergerakan, termasuk Ir. Soekarno.[20]
 
2.2 Pemikiran Pendidikan
1.Lahirnya Pemikiran Ahmad Surkati
Secara umum ide-ide pembaharuan pendidikan Ahmad Surkati  dapat dikategorikan ada beberapa aspek, yaitu aspek institusi (kelembagaan), kurikulum, metode dan pendidikan. Secara kelembagaan program pendidikan yang dilakukan berlangsung selama 15 tahun dengan jenjang pendidikan yang meliputi: 
a.Madrasah awaliyah berjenjang 3 tahun
b.Madrasah ibtidaiyah berjenjang 4 tahun
c.Madrasah tajhiziyah berjenjang 2 tahun
d.Madrasah takhassus berjenjang 4 tahun
Adanya penjenjangan dalam institusi pendidikan yang dilakukan oleh Ahmad Surkati membuktikan keseriusannya dalam mengembangkan pengetahuan dan syiar Islam di Indonesia. Bahkan langkah kebijakan pendidikan berjenjang memberi keuntungan akan kesinambungan keilmuan para siswanya. Di sisi lain, adanya pendidikan berjenjang yang di kelola oleh satu organisasi menjamin ketersambungan pemahaman dan pencapaian tujuan gerakan organisasi Al-Irsyad.[21]
2. Pentingnya Pendidikan Bagi Manusia 
Unsur pemberdayaan yang setrategis adalah melalui pendidikan bagi manusia, pendidikan merupakan sentral untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Oleh karena itu,2.Penyusunan kembali pendidikan tinggi bagi umat Islam (the reformation of muslim higher eduvation).
3.Mempertahankan Islam dari pengaruh Eropa dan serangan orang Nasrani (the defence of Islam againt European influence and Christian attack).
Ahmad Surkati mengatakan bahwa manusia adalah makhluk ciptaan yang sempurna dalam rangka mengemban tugas sebagai khalifah di muka bumi. Lebih lanjut Ahmad Surkati menyatakan bahwa kesempurnaan manusia tersebut perlu di berdayakan, pemberdayaan tersebut dapat dilakukan dengan pendidikan. Sebab dengan pendidikan potensi yang dimiliki oleh manusia dapat dimaksimalkan. Ahmad Surkati meyakini bahwa pendidikan dan pengajaran adalah kunci tercapai dan terciptanya kemajuan peradaban manusia.

           Kutipan di atas dapat dipahami bahwa kesempurnaan manusia dapat lebih ditingkatkan dengan pendidikan. Pendidikan juga akan mampu menjamin kemajuan peradaban manusia, dengan catatan pendidikan yang dilakukan dengan pengajaran yang baik berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah. Kata-kata bijak Ahmad syurkati yang berisi tentang pendidikan adalah sebagai berikut:
1.Pengajaran merupakan dasar, pokok kemajuan dan kemuliaan serta kebersihan.
2.Bangsa yang mempunyai guru-guru mulia dan di letakkan pada posisi mulia, maka bangsa itu menjadi mulia.
3.Bangsa yang merendahkan / menghinakan guru-gurunya maka bangsa itu akan hina dan celaka.
4.Bangsa yang melalaikan urusan pendidikan / pengajaran maka genertasi muda / bangsa itu akan mengalami kehinaan dan kerendahan serta kehancuran.
Inti dari kata bijak Ahmad Surkati di atas adalah perlunya manusia menyadari akan pentingnya pendidikan bagi kemajuan suatu bangsa, serta peradabannya. Sebaliknya bangsa yang tidak memperdulikan pendidikan akan mengalami kemunduran peradaban dan akhirnya hancur menjadi fosil-fosil peradaban.
Dalam pendidikan politik Ahmad Surkati mengatakan setidaknya ada delapan langkah konkrit yang hendaknya segera dilakukan oleh majelis koordinasi yang anggotanya terdiri dari Umat Islam, dan ketua yang terpilih langsung diangkat menjadi khalifah. Di antara delapan langkah tersebut adalah:
1.Menyusun petunjuk untuk mengangkat harkat dan martabat kaum muslimin.
2.Membentuk persataun dan kesatuan umat Islam diseluruh dunia dalam kerukunan yang terkoordinasi.
3.Membentuk kesatuan wawasan dalam kaitannya dengan mazhab dan aliran dalam islam.
4.Membentuk forum pembahasan dan musyawarah terhadap adanya
berbagai masalah keagamaan dan hasilnya dapat dijadikan tolok ukur yang dipercaya kebenarannya.
5.Membentuk pusat berkumpulnya para mufti dan qadhi (al-mafati al-murshidin wa al-qudat al-shar’iyah) dari seluruh penjuru dunia.
.
4. Lembaga Pendidikan
Ahmad Surkati meyakini bahwa lembaga pendidikan adalah tempat yang penting bagi berlangsungnya proses pendidikan, menurutnya lembaga pendidikan tidak dapat dipisahkan dengan proses pendidikan. Dapat dipahami bahwa sebenarnya pendapat Ahmad Surkati di atas menyiratkan sebuah konsep manajemen. Konsep manajemen yang dimaksud adalah kestabilan, profesionalitas dan kepemimpinan yang berkompeten dalam pengelolaan lembaga pendidikan akan mempunyai dampak yang baik bagi proses pendidikan. Hal ini sangat mungkin terjadi, dapat dikatakan dan diyakini bahwa lembaga pendidikan yang dikelola secara baik dan profesioanl akan berpengaruh baik terhadap proses pendidikan, sebaliknya pengelolaan lembaga pendidikan yang jelek dan tidak profesional akan berpengaruh buruk terhadap proses pembelajaran.
Ahmad Surkati meyakini bahwa lembaga pendidikan menentukan keberhasilan pendidikan, lebih lanjut ia mengatakan bahwa lembaga pendidikan yang baik akan melambangkan kemajuan sebuah pendidikan, sebab dengan adanya lembaga pendidikan yang dikelola dengan baik akan membuat proses pendidikan menjadi terarah dan terprogram secara jelas dan terorganisir.
Menurut Ahmad Syurkati lembaga pendidik mempunyai fungsi sebagai berikut:

1.Pengembangan dakwah Islam.
2.Agen pemersatu visi dan misi menuju kesempurnaan manusia.
3.Mengembangakan tradisi intelektual.
4.Menghadang pemisahan pemikiran bersifat keagamaan dan keduniaan.
Ahmad Surkati mengatakan bahwa lembaga pendidikan akan berfungsi dengan baik dan dapat meningkatkan kualitasnya dengan jalan:
atau buku khusus yang dapat dipinjamkan kepada semua siswa yang dapat dimanfaatkan.
6.Mempunyai perpustakaan dengan koleksi yang lengkap.
7.Mempunyai media publikasi sendiri.
8.Mempunyai dewan komite sekolah yang anggotanya dari praktisi pendidikan dan masyarakat.
9.Kepala sekolah dibebaskan dari tugas mengajar agar fokus kepada tugasnya sebagai kepala sekolah.
10.Memperhatikan penduduk sekitar sekolah.
11.Membuat pendidikan kejuruan atau keahlian sehingga siswa siap kerja dan mandiri.
12.Penyusunan kurikulum hendaknya memperhatikan kebutuhan masyarakat.
Dari kutipan di atas tergambar bahwa Ahmad Surkati terlahir sebagai manusia yang cerdas, terutama dalam menghasilkan konsep-konsep bersifat aplikatif di kalangan umat Islam waktu itu. Konsep Ahmad Surkati tersebut merupakan konsep ideal sebuah institusi pendidikan. Kalau hal di atas dapat diwujudkan dengan baik maka institusi pendidikan akan lebih baik dan banyak peminat. Di sisi lain, kualitas akan makin baik dan terjamin.
Pendidik dan pembelajaran dua hal yang tidak dapat dipisahkan, karena keduanya merupakan satu kesatuan dalam dunia pendidikan, ketika seseorang telah melaksanakan proses pembelajaran maka ia dikatakan sebagai seorang pendidik. Begitu juga seseorang tidak dapat dikatakan sebagai pendidik kalau tidak pernah melakukan aktivitas pembelajaran atau mendidik. Begitu juga pembelajaran akan hancur jika pendidik tidak ahli atau tidak profesional.
5. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan menurut Ahmad Surkati lebih mengacu kepada perlindungan terhadap manusia dari keterbelakangan dan keangkuhan diri sendiri, terutama dalam posisinya sebagai khalifah Allah di dunia ini. Kutipan tersebut mengindikasikan bahwa pendidikan mempunyai peranan penting dalam membantu individu keluar dari kungkungan kesengsaraan, kemunduran kualitas, kejatuhan nilai diri.
Keterbelakangan dan keangkuhan diri, merasa diri mampu memecahkan permasalahan, tantangan dalam meniti dan mengemban kedudukan khalifah di bumi ini. Lebih lanjut tujuan pendidikan yang di kemukakan oleh Ahmad Surkati mengisyaratkan perlunya perhatian khusus terhadap permasalahan, problem, keadaan individu peserta didik, yang mengalamai berbagai macam perbedaan latar belakang, ekonomi, budaya, kemampuan, bakat dan potensi, maka dari itu perlindungan terhadap setiap individu peserta didik menjadi sangat penting demi tercapainya pribadi yang paripurna berdasarkan apa yang ada pada peserta didik.
Adanya perbedaan individu berakibat kepada berbagai kondisi pembelajaran, metode, pendekatan yang semua itu bermuara kepada tercapainya tujuan pendidikan yang terfokus kepada pengembangan konsep tauhid, seperti keyakinan pada kesendirian Allah dalam melaksanakan penciptaan, pemeliharaan dan penertiban alam ini. Keyakinan akan kemandirian Allah akan kesempurnaan sifat-sifat-Nya, terakhir pendidikan hendaknya mengembangkan, memantapkan keyakinan peserta didik bahwa Allah adalah yang paling berhak untuk disembah, dan terlebih penting peserta didik mampu menghadirkan Tuhan dalam berbagai aktivitas kesehariannya.
Ramayulis dan Samsul Nizar memahami dan menyimpulkan tujuan pendidikan Islam yang didefinisikan oleh Ahmad Surkati lebih tertuju kepada pengembangan konsep tauhid bagi manusia. Adanya pengembangan konsep tauhid tersebut diharapkan manusia akan:

1.Membaca ayat-ayat qauliyah yang terdapat dalam wahyu Allah.
2.Membaca ayat-ayat kauniyah yang terdapat di alam raya.
3.Mengembangkan, memberdayakan, dan memelihara potensi alam sesuai dengan kehendak Allah.
Kesimpulan Ramayulis dan Samsul Nizar terhadap tujuan pendidikan yang didefinisikan oleh Ahmad Surkati di atas, menyiratkan bahwa sebenarnya pengembangan konsep tauhid dalam pendidikan akan memberi peluang kepada peserta didik untuk meneliti, observasi, dan berbagai uji coba terhadap berbagai penemuan dari hasil penelitian, atau mengadakan semacam pengembaraan intelektual dalam wadah institusi penelitian yang lebih terkonsep dan terorganisir.[24]
6. Kurikulum
            Al-Irsyad menerapkan kurikulum modern, dalam arti ada semacam kurikulum yang dibuat secara khusus. Materi dan kitab disesuaikan berdasarkan dengan tingkat dan waktu lama belajar santri atau siswa. Dalam operasionalnya kegiatan pembelajaran dilakukan secara sistematis, berurutan dimula semua kurikulum yang disusunnya memberi peluang bagi siswa untuk berkembang dan berkompetesi berdasarkan kemampaun dan bakat yang mereka miliki.
            Tidak itu saja, selain mampu menerpakan konsep psikologi pendidikan dalam menyusun kurikulum, Ahmad Surkati juga tidak membedakan dan mengelompokkan ilmu pengetahuan. Ada kemungkinan Ahmad Surkati menyadari bahwa semua ilmu adalah dari Allah, sehingga tidak ada dalam dirinya pikiran dan keyakinan pemisahan ilmu yang secara murni membahas bidang keagamaan dan ilmu yang secara khusus mempelajarai hal-hal bersifat keduniaan.
            Dari konsep penyusunan kurikulum yang dilakukan oleh Ahmad Surkati tersirat sebagai tokoh pendidikan yang tidak mengakui adanya dikotomi dalam ilmu pengetahuan, tidak meyakini adanya pemisahan ilmu umum dan ilmu agama. Maka sebenarnya tidak perlu adanya islamisasi ilmu pengetahuan.
7. Metode dan Pendekatan 
            Pendekatan yang dilakukan oleh Ahmad Surkati adalah memperhatikan muridnya dari segi budi pekerti dan intelektual, pemikiran yang mampu diterima oleh muridnya, menggunakan pendekatan rasional dalam pembelajaran, personal psikologis dan konseling dalam memahami minat, bakat dan kemampuan siswanya.
            Metode yang digunakan oleh Ahmad Surkati adalah diskusi, praktek, ceramah, keteladanan. Ahmad Surkati mengatakan bahwa untuk mendapatkan pemahaman dan pengertian yang luas dalam menafsirakan Al-Quran seorang mufassir hendaknya pertama, menguasai berbagai ilmu, ilmu agama Islam maupun ilmu-ilmu umum lainnya. Kedua, menggunakan pendekatan ma’thur yaitu memahami dan menafsirkan Al-Quran berdasarkan keterangan Al-Quran dan Hadits. Ketiga, pendekatan tauhid.
            Kutipan di atas, dapat dipahami bahwa Ahmad Surkati adalah pakar pendidikan berbagai bidang beberapa disiplin ilmu. Hal ini dapat ditilik dari konsep-konsep yang lebih bersifat aplikatif dan berdaya gunaQuran dan Hadits. Dan juga sebagai jawaban serta penjelasan dari berbagai bentuk pertanyaan yang diajukan padanya.
Di antara karya-karya Ahmad Surkati itu ada yang berbentuk buku dan risalah, ada pula yang berbentuk artikel di majalah dan surat kabar. Karya itu baik yang sudah diterbitkan dalam bahasa aslinya (bahasa Arab), yang telah diterjemahkan, atau yang belum sempat dicetak dan berbentuk tulisan tangan yang disimpan murid-muridnya di Al-Irsyad, antara lain:
1.      Risalah Surat al-Jawab (1915); risalah ini merupakan jawaban atas pertanyaan yang dilontarkan oleh H.O.S. Tjokroaminoto, yang kala itu sebagai pimpinan redakis surat kabar Suluh Hindia, seputar permasalahan kafa’ah.
2.      Risalah Tawjih Al-Qur’an ila Adab Al-Qur’an (1917); merupakan risalah yang berisikan argumentasi pada Surat al-Jawab yang dikaji berdasarkan catatan sejarah Nabi serta dikuatkan oleh dalil-dalil dari Alquran dan hadis.
3.      Al-Dzakirah Al-Islamiyah (1923); majalah bulanan yang diterbitkan oleh Ahmad Surkati sendiri dengan dibantu oleh beberapa anggota sebagai staf redaksi.
4.      Al-Masail At-Thalat (1925); berisikan pembahasan seputar pemurnian ajaran Islam yang mencakup Ijtihad, Taqlid, Sunnah dan Bid’ah, serta tentang ziarah kubur dan tawashul melalui para Nabi dan orang-orang yang dipandang shaleh.
5.      Al-Wasiyyat Al-Amiriyyah (1918); Sebuah buku yang diterbitkan di Surabaya yang berisikan anjuran untuk berbuat kebajikan.
6.      Zedeleer Uit Den Qor’an (1932); Buku ini merupakan buku terjemahan ke dalam bahasa Belanda. Adapun buku aslinya adalah Al-Adab al-Qur’aniyah.
7.      Al-Khawatir Al-Hisan (1941); Buku yang berisikan kumpulan sajak yang dibuat oleh Ahmad Surkati di masa tuanya, dimana kala itu dia mengalami penyakit mata hingga menyebabkannya buta.[25]
BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Syekh Ahmad Surkati nama lengkapnya adalah Amad bin Muhammad Surkati al-Kharraj al-Anshari, ia lahir pada tahun 1872 di Afdu Donggala Sudan dari keluarga yang taat beragama. Ayahnya, Muhammad al-Anshari adalah seorang ulama tamatan Al-Azhar kairo mesir. Secara bahasa, surkati punya arti ”Banyak Kitab.
Ahmad Surkati menjadi pemikir tokoh yang modern pada masanya, Syekh Ahmad Surkati membagi beberapa aspek menurutnya tentang pembaharuan pendidikan. Ada beberapa aspek dalam pemikiran Ahmad Surkati, yaitu aspek institusi (kelembagaan), kurikulum, metode dan pendidika" style="line-height: 150%; margin-left: 18pt; text-align: justify;">
DAFTAR PUSTAKA
·         Abubakar Aceh, Salaf, Permata, Jakarta, 1970.
·         Herry Mohammad, Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, Gema Insani, Jakarta, 2006.
·         Howard M. Federspiel, Persatuan Islam: Islamic Reform in Twentieth Century Indonesia, Cornell University, Ithaca, 1970.
·         http://istanailmu.com/archives-2011/inovasi-pendidikan-islam-al-irsyad/html
·         http://safrudinaziz.blogspot.com/2009/01/ahmad-syurkati.html
[3] Ibid.
[4] Ibid.
[5] Ibid. hal 2-3
[6] Ibid. hal 3
[7] Ibid.
[8] Ibid.


[13] Ibid.
[14] Ibid.
[15] Herry Mohammad, Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, Gema Insani, Jakarta, 2006. Hal 4-5
[16] Ibid. hal 5-6
[17] Abubakar Aceh, Salaf, Permata, Jakarta, 1970, hal. 27
[18] Howard M. Federspiel, Persatuan Islam: Islamic Reform in Twentieth Century Indonesia, Cornell University, Ithaca, 1970, hal.12
[19] Umar Sulaiman Naji, Tarjamat Al-Hayat al-Ustadz Ahmad al-Surkati al-Ansari al-Sudani, Manuskrip, hal.29.
[20] Herry Mohammad, Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, Gema Insani, Jakarta, 2006. Hal 6
[21] http://safrudinaziz.blogspot.com/2009/01/ahmad-syurkati.html






BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Syekh Ahmad Surkati nama lengkapnya adalah Amad bin Muhammad Surkati al-Kharraj al-Anshari, ia lahir pada tahun 1872 di Afdu Donggala Sudan dari keluarga yang taat beragama. Ayahnya, Muhammad al-Anshari adalah seorang ulama tamatan Al-Azhar kairo mesir. Secara bahasa, surkati punya arti ”Banyak Kitab.
Ahmad Surkati menjadi pemikir tokoh yang modern pada masanya, Syekh Ahmad Surkati membagi beberapa aspek menurutnya tentang pembaharuan pendidikan. Ada beberapa aspek dalam pemikiran Ahmad Surkati, yaitu aspek institusi (kelembagaan), kurikulum, metode dan pendidikan.
Ahmad Surkati meyakini bahwa lembaga pendidikan menentukan keberhasilan pendidikan, lebih lanjut ia mengatakan bahwa lembaga pendidikan yang baik akan melambangkan kemajuan sebuah pendidikan, sebab dengan adanya lembaga pendidikan yang dikelola dengan baik akan membuat proses pendidikan menjadi terarah dan terprogram secara jelas dan terorganisir.
DAFTAR PUSTAKA
·         Abubakar Aceh, Salaf, Permata, Jakarta, 1970.
·         Herry Mohammad, Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, Gema Insani, Jakarta, 2006.
·         Howard M. Federspiel, Persatuan Islam: Islamic Reform in Twentieth Century Indonesia, Cornell University, Ithaca, 1970.
·         http://istanailmu.com/archives-2011/inovasi-pendidikan-islam-al-irsyad/html
·         http://safrudinaziz.blogspot.com/2009/01/ahmad-syurkati.html
·         Umar Sulaiman Naji, Tarjamat Al-Hayat al-Ustadz Ahmad al-Surkati al-Ansari al-Sudani, Manuskrip.


[1] Herry Mohammad, Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, Gema Insani, Jakarta, 2006. Hal 1-2
[2] Ibid. hal 2
[3] Ibid.
[4] Ibid.
[5] Ibid. hal 2-3
[6] Ibid. hal 3
[7] Ibid.
[8] Ibid.
 [9] Ibid.
[10] Ibid. hal 3-4
[11] Ibid. hal 4
[12] http://safrudinaziz.blogspot.com/2009/01/ahmad-syurkati.html
[13] Ibid.
[14] Ibid.
[15] Herry Mohammad, Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, Gema Insani, Jakarta, 2006. Hal 4-5
[16] Ibid. hal 5-6
[17] Abubakar Aceh, Salaf, Permata, Jakarta, 1970, hal. 27
[18] Howard M. Federspiel, Persatuan Islam: Islamic Reform in Twentieth Century Indonesia, Cornell University, Ithaca, 1970, hal.12
[19] Umar Sulaiman Naji, Tarjamat Al-Hayat al-Ustadz Ahmad al-Surkati al-Ansari al-Sudani, Manuskrip, hal.29.
[20] Herry Mohammad, Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, Gema Insani, Jakarta, 2006. Hal 6
[21] http://safrudinaziz.blogspot.com/2009/01/ahmad-syurkati.html
[22] Ibid.
[23] Ibid.
[24] Ibid.
[25] http://istanailmu.com/archives-2011/inovasi-pendidikan-islam-al-irsyad/html

No comments:

Post a Comment